Bappeda Maluku Utara Dorong Transisi Ekonomi Hijau dan Biru Lewat Penelitian Partisipatif

Kepala Bappeda Provinsi Maluku Utara, Dr. Muhammad Sarmin S. Adam, S.STP, M.Si. (foto: Istimewa)

SOFIFI,Legapost.id—Pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menggelar Rapat Lokakarya Kerja Sama Penelitian bertajuk Participatory Action Research (PAR), Kamis (19/6/2025), yang difokuskan untuk membangun kolaborasi multipihak dalam mewujudkan manfaat sosial dan ekonomi jangka panjang, khususnya di wilayah Halmahera Tengah.

Kegiatan ini digagas bersama Dala Institute, eLSiL Kie Raha, serta melibatkan lebih dari 21 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi. Dalam sambutannya, Kepala Bappeda Provinsi Maluku Utara, Dr. Muhammad Sarmin S. Adam, S.STP, M.Si, menekankan bahwa pendekatan pembangunan saat ini harus berubah. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk meninggalkan pola pembangunan sektoral yang eksploitatif, menuju sistem tata kelola yang partisipatif, adil, dan berbasis data.

“Lokakarya ini bukan sekadar pelatihan. Ini adalah langkah awal menuju tata kelola yang inklusif dan berkeadilan, serta sejalan dengan visi besar ‘Maluku Utara Bangkit, Maju, Sejahtera, dan Berkelanjutan’,” tegas Sarmin.

Acara ini menjadi forum penting untuk menyinergikan visi pemerintah daerah dengan dinamika sosial-ekonomi pasca-booming tambang, khususnya di sektor pertambangan nikel yang kini tengah berkembang pesat di Maluku Utara. Empat agenda utama dibahas, antara lain:

1,Keadilan sosial dalam tata kelola tambang

2,Pemetaan ulang CSR dan Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM)

3,Identifikasi kebutuhan dasar komunitas terdampak

4,Partisipasi multipihak dalam tata kelola mineral kritis

Metode Participatory Action Research (PAR) dipilih karena dianggap mampu menyatukan riset, aksi, dan refleksi dalam satu rangkaian. Pendekatan ini juga dinilai adaptif terhadap tantangan perubahan zaman dan lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal.

Menurut Kepala Bappeda, Maluku Utara memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi hijau, mulai dari energi terbarukan seperti panas bumi, air, dan matahari, hingga ekowisata pesisir dan perikanan berkelanjutan. Namun, ia mengakui, ekspansi tambang dan industri smelter telah menyebabkan deforestasi, pencemaran air, dan menurunnya kualitas lingkungan.

“Pada 2023, proporsi energi baru terbarukan di Malut meningkat dari 0,52% menjadi 12,91%. Ini bukti awal bahwa transisi energi bisa kita wujudkan,” papar Sarmin.

Upaya konkret yang dicanangkan antara lain:

Promosi agroforestri dan penguatan perhutanan sosial

Pengembangan PLTS dan PLTMH

Restorasi mangrove dan penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam dokumen RTRW dan RPJMD

Selain ekonomi hijau, Maluku Utara juga diarahkan menuju transformasi ekonomi biru, dengan mendorong pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan.

Tantangan seperti overfishing, illegal fishing, hingga kerusakan terumbu karang akibat aktivitas pertambangan turut dibahas dalam forum ini.

Langkah strategis yang diusulkan mencakup:

1,Pengawasan kuota tangkap oleh KKP di WPP 715

2,Penguatan ekowisata bahari di Pulau Mare, Pulau Rao, dan Kepulauan Sula

3,Pemberdayaan nelayan melalui akses ke kapal ramah lingkungan dan pasar digital

“Kegiatan ini adalah titik tolak. Kita sedang menyiapkan pondasi perencanaan berbasis bukti, berbasis data lokal, dan berbasis nilai-nilai keberlanjutan. Inilah bentuk nyata keseriusan kita menjawab tantangan masa depan Maluku Utara.”

Rapat Lokakarya PAR ini menjadi momentum strategis bagi Maluku Utara untuk keluar dari ketergantungan pada ekonomi ekstraktif dan menuju masa depan yang lebih inklusif, hijau, dan biru.(*)

Komentar

Loading...