GPM Tuding PT. FMI Lakukan Pertambangan Tanpa IUP

TERNATE,legalpost.id-Aktifitas penambangan illegal di Indonesia kini masi mendaptkan stigma negatif di kalangan masyarakat hal ini di karenakan masi oleh aktifitas penambangan illegal.
Pertambangan illegal adalah kegiatan penambangan atau penggalian sumber daya alam (SDA) yang di lakukan oleh perusahan yang tidak memiliki izin, prosedur operasional, aturan dari pemerintah maupun prinsip penambangan yang baik, hal terlihat dari sejumlah perusahaan pertambangan yang di Maluku Utara (Malut), khusunya di Kabupaten Halamahera Timur.
Berawal dari informasi masayarakan tentang aktifitas pertambangan dari wilayah Desa Subaim, Kecamatan Wasilai oleh PT.FMI yang diduga kuat illegal. Berdasar informasi tersebut DPD Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Malut kemudian melakukan peneusuran lebih jauh. " PT. Forwar Matrics Indonesia (FMI) melakukan penambangan diduga tanpa ada izin usaha pertambangan (IUP) dan Analisis dampak lingkungan (AMDAL)," tegas Ketua DPD GPM Malut, Sartono Halek, Senin (6/2/2023) kemarin.
Selanjutnya diduga PT. FMI dengan memiliki area tambang kurang lebih 30 Ha dan berada dalam area konsesi milik sala satu PT. KPT sedang dugaan lain bahwa, keberadaan PT.FMI ini memiliki backup yang kuat oleh oknum pejabat di wilayah Halmahera Timur guna melancarkan aktifitas penambangan.
"Disamping itu keberadaan PT. FMI dengan luas kurang lebih 30 Ha ini diduga merupakan akal-akalan pejabat daerah dengan memanfaatkan cela dinama proses refisi RTRW Sedang berlangsung," jelasnya.
Disisi lain prusaahan ini terus membandel saat Pemerintah daerah baik Kabupaten Halamahera Timur maupun Provinsi Malut melakukan pemanggialan dan koordinasi secara baik namun juga tidak di hiraukan.
"Hal ini terus menguatkan keyakian public malut bahwa PT.FMI yang ini beroprasi di kawans subaim Halmahera timur diduga kuat tidak memiliki izin apa-apa, bahkan Kehadiran perusahan ini ekstra aktif ini tentunya sangat mengcem kelestarian lingkungan, ekolagi dan lainnya di bumi Malut tepatnya di Halamahera Timur dusun Subaim," tegasnya.
Selain itu pengaliahan kewenangan dari pemerintah provinsi ke pusat ini juga dinilain terus memperparah kondisi pengelolaan pertambangan di daerah. "Hal ini dilihat daritinjauan hukum dalam kontek illegal mining yang di lakukan tanpa izin Negara, tanpa hak atas tanah,Izin penambangan,dan izin eksplorasi atapu izin transportasi mineral," ungkapnya.
Penambangan illegal dapat menimbulkan dampak, antara lain:kerusakan lingkungan hidup, hilangnya penerimanaan Negara, konflik sosisal serta dapak K3. Ilagal mining juga dapat berujung pada sangsi pidana sebagaimana bunyi pasal 158 hingga 164 uu minerba pasal 158 ( perubahan uu inerba) misanya mengatur pada pokonya.
"Bahwa setiap orang yang melakukan penabangan tanpa izin sebagainama di maksud dalam pasal 35 di pidana dengan kurungan penjara paling lama 5 tahun dan denda sebesar Rp.100.000.000.000,00 dalam hal ini mengatur tentang perizinan berusaha yang di berikan oleh pemerintah pusat," terang Sartono.
Olehnya itu sesuai hal diatas yang terjadi lapangan maka pihaknya mendesak Polda Malut segera melakukan penyelidikan aktifitas PT.FMI atas indikasi dan dugaan illegal maining yang dilakukan di Halmahera Timur
"Desak polda Malut melakukan pemanggialan terhadap sejumlah pejabat Halmahera Timur untuk di mintai keterangan atas rekomendasi RT/RW atas keberadaan PT. FMI yang diduga tidak memiliki IUP dan AMDAL," cecarnya.
Selain itu pihaknya mesak Gubernur Malut, mengeluarkan rekomendasi pencabutan izin operasi PT.FMI." Mendesak DPRD Provinsi Malut segera memanggil PT. FMI yang diduga tidak memiliki IUP, AMDAL yang saat ini beroprasi di Halmahera Timur," pungkasnya.(Red)
Komentar