Ketegangan Internal Komisi II DPRD Malut Memanas, Akademisi Minta Pimpinan DPRD Ambil Tindakan
SOFIFI,Legalpost.id— Ketegangan di tubuh Komisi II DPRD Provinsi Maluku Utara kembali memanas. Isu pergantian Ketua Komisi II, Yulin Mus, menjadi sorotan dalam rapat paripurna yang digelar pada Kamis (3/7/2025) kemarin. Suasana forum semakin memanas ketika perdebatan internal anggota komisi mencuat di hadapan Wakil Gubernur Sarbin Sehe, Sekretaris Daerah Samsuddin A. Kadir, serta sejumlah pimpinan OPD.
Anggota Komisi II, Irfan Shokonay, dalam interupsinya menyampaikan bahwa untuk menjaga efektivitas kerja komisi, pimpinan rapat sementara akan diambil alih oleh Wakil Ketua Komisi.
“Kami di Komisi II sudah bersepakat bahwa demi kelancaran tugas, Wakil Ketua akan memimpin rapat sementara waktu, sembari menunggu keputusan resmi mengenai pergantian ketua,” ujar Irfan.
Pernyataan tersebut langsung ditanggapi oleh anggota komisi lainnya, Debora Tongo-Tongo, yang menyayangkan persoalan internal komisi dibuka di forum resmi legislatif.
“Kurang elok jika dinamika internal seperti ini dibahas di ruang paripurna. Tapi karena ini sudah kali kedua terjadi, saya perlu mengingatkan bahwa mekanisme pergantian pimpinan komisi telah diatur secara jelas dalam Tata Tertib DPRD,” tegas Debora.
Ia merujuk Pasal 1.2.2 Tata Tertib DPRD, yang menyatakan bahwa masa jabatan Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi adalah dua tahun enam bulan, dan setiap pergantian harus melalui prosedur yang telah ditetapkan.
Menanggapi itu, Irfan kembali memberikan klarifikasi.
“Dalam pasal yang sama juga dijelaskan bahwa jika terjadi pergantian ketua, maka ketua baru akan melanjutkan sisa masa jabatan ketua sebelumnya. Ini yang perlu dipahami secara utuh. Kami tidak mencari polemik, kami hanya ingin menjaga soliditas dan kinerja komisi,” jelas Irfan.
Menanggapi polemik tersebut, akademisi Universitas Khairun Ternate, Muammil Suanan, menyayangkan dibukanya konflik internal ke publik.
“Masalah internal seperti ini sebaiknya diselesaikan dalam forum internal komisi. Membukanya di paripurna, apalagi di hadapan eksekutif, hanya memperlihatkan lemahnya etika kelembagaan DPRD,” kritik Muammil.
Ia mengingatkan, Komisi II memegang peranan penting dalam pengawasan keuangan daerah, sehingga ketegangan berkepanjangan dapat menghambat fungsi strategis lembaga tersebut.
“Jika dibiarkan, konflik ini bisa berdampak langsung pada efektivitas pengawasan anggaran dan pelaksanaan program ekonomi daerah. Ini harus segera diselesaikan,” tegasnya.
Muammil pun mendesak Ketua DPRD untuk bersikap tegas dan melakukan mediasi.
“Ketua DPRD perlu segera mengambil langkah penyelesaian. Jangan biarkan dinamika internal merusak jalannya forum paripurna, yang seharusnya menjadi wadah pembahasan isu-isu strategis untuk kepentingan masyarakat,” tandasnya.
Ketegangan di Komisi II ini menambah daftar dinamika politik internal DPRD Maluku Utara, yang sebelumnya juga diwarnai polemik pembahasan anggaran dan alat kelengkapan dewan. Kini, publik menanti langkah konkret dari pimpinan DPRD untuk mengembalikan marwah lembaga legislatif yang semestinya menjadi garda terdepan pengawasan dan representasi rakyat. (*)