Soal Mutasi di Kepsul, GPM Malut Gelar Aksi di Medagri
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Provinsi Maluku Utara, bersama DPD GPM DKI Jakarta, Rabu (24/11) menggelar aksi demonstrasi di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Aksi ini terkait dengan salah satu proglem yang kini menjadi hangat di khalayak ramai di Kabupaten Kepulauan Sula maupun di Provonsi Maluku Utara, bahkan seluruh Indonesia, terkait kebijakan mutasi sebanyak 57 ASN (57 Pejabat Tinggi Pratama dan Pejabat Administrator) oleh Bupati Kabupaten Kepulauan Sula, Fifian Adeningsih Mus.
Diketahui Kebijakan tersebut sarat dengan pelanggaran terhadap Undang-undang. Betapa tidak? Hemat pihaknya, kebijakan dan tindakan Bupati atas Mutasi ASN tersebut merupakan cerminan pengelolaan berokrasi yang buruk dan Sebuah Dekradasi (Kemunduruan) Birokrasi yang luar biasa, Kenapa? Kabupaten Kepulauan sula termasuk salah satu Kabupaten yang ikut dalam Pilkada serentak tahun 2020 Kemarin, ketika terpilih dan di lantik pada 4 Juni 2021, selanjutnya (tanggal 5-6 Juni Adalah Hari Libur) hingga tanggal 7-8 Juni, tepat berkantor Perdana Bupati telah melakukan pemberhentian ASN dari jabatannya yaitu Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM dan Kepala Bagian hukum dan hak asasi manusia, Sekretaris Daerah (Sekda) dan Hampir semua Pejabat pimpinan Tinggi Pratama, Kata Koordinator Aksi Juslan J. Latif.
Menurut Hemat pihaknya, kebijakan yang dilakukan oleh Bupati Kabupaten Kepulan Sula, sudah di investigasi oleh beberapa lembaga negara dan mengeluarkan rekomendasinya masing-masing dan tercatat bahwa kebijakan mutasi ASN Oleh Bupati Sula adalah Sebuah Pelanggaran serius. Lembaga-lembaga yang sudah mengeluarkan rekomendasi seperti (Ombudsman, KASN, BKN, Gubernur Maluku Utara, dan Kementerian dalam negeri) dimana kebijakan mutasi tersebut melanggar Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016, Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Surat Edaran Mendagri Nomor 273/487/SJ Tanggal 21 januari 2020, kata Juslan.
Lanjut Juslan, Apa yang dilakukan oleh Bupati Sula tentunya menyalahi dan mengkhianati semangat dan upaya pemerintah dalam mendorong pengelolaan Birokrasi Pemerintahan Yang baik, maka apa yang dilakukan oleh Bupati adalah sebuah Pelanggaran Serius yang harus di sikapi oleh Kementerian dalam negeri RI.
Oleh karena itu, Sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan, Bahwa Gubernur/Bupati/Walikota bisa melakukan Kebijakan Mutasi dan pemberhentian Apabila Pejabat/ASN Tersebut Wafat, Pebajat/ASN tersebut malakukan tindak pidana dan ditangkap atau di tahan, dan atau jabatan tersebut mengalami kekosongan, Selain itu, diisyaratkan dalam ketentuan Harus 6 bulan setelah di lantik baru bisa melakukan Mutasi dan mendapat persetujuan tertulis dari Kemendagri. Bahkan di ketahui Mutasi oleh Bupati sula tidak melalui mekanisme yang tepat, karena tidak melalui sidang BAPERJAKAT (Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat) Bahkan para pejabat yang di nonjobkan dalam waktu yang bersamaan adalah TIM baperjakat sendiri di antaranya, sekretaris daerah, Kepala BKPSDM, Inspektur daerah, Kepala Kesbangpol. Olehnya itu kami menyampaikan sikap tegas aksi kami sebagai berikut
Mendesak Mendagri Tito Karnavian melalui Dirjen Otda agar segera Memberikan sanksi tegas berupa pemberhentian sementara kepada Bupati kabupaten Kepulauan Sula Fifian Adeningsih Mus, atas kebijakan mutasi kepada ASN Sebelum 6 bulan menjabat dan tidak mengantongi surat persetujuan tertulis dari Mendagri.
Selain itu, Ketua DPD GPM Maluku Utara Sartono Halek, menegaskan di sela-sela hearing dengan kementerian dalam negeri bahwa, kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, selain itu, pihaknya juga menyuarakan dan meminta sekaligus desakan kepada KPK RI, segera panggil dan periksa Fifian Adeningsih Mus atas keterlibatannya terkait kasus anggaran pembangunan PLTD Power House di Desa Beringin Jaya Tahun 2015 Rp 3 miliar lebih, waktu itu yang bersangkutan masih menjabat sebagai kepala dinas pertambangan dan energi dan bertindak sebagai Kuasa Pengguna anggaran (KPA) atas proyek itu.
Mendesak Kepada KPK RI segera melakukan penelusuran atas kasus pemotongan dana desa yang tersebar di 71 Desa pada 8 Kecamatan Kabupaten Pulau Taliabu tahun anggaran 2017 dengan total pemotongan sebesar Rp. 60 Juta/Desa.(Tim)