1. Beranda
  2. Hukrim

Kapolda Malut Wujudkan Kampung Adat Wangongira: Simbol Perlindungan Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa

Oleh ,

TOBELO.Legalpost.id–Komitmen Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol. Drs. Waris Agono, M.Si, dalam melindungi masyarakat adat akhirnya membuahkan hasil. Desa Wangongira di Kecamatan Tobelo Barat, Halmahera Utara, resmi ditetapkan sebagai kampung adat, menjadi simbol pengakuan atas keberadaan suku O’Hongana Manyawa atau yang dikenal sebagai Tobelo Dalam.

Gagasan ini muncul setelah Kapolda melihat kenyataan bahwa komunitas adat O’Hongana Manyawa, yang berasal dari wilayah utara Halmahera, kini tersebar di bagian timur, tengah, hingga selatan pulau, namun selama ini belum mendapat perhatian yang layak dari pemerintah—baik dalam aspek hukum, identitas, maupun wilayah hidup mereka.

“Saya ingin mendorong agar Pemda dan semua pihak memberikan perlindungan nyata kepada Masyarakat Hukum Adat (MHA) Tobelo Dalam, agar eksistensi mereka tidak hilang di tengah ekspansi industri pertambangan yang makin meluas di Maluku Utara,” ujar Irjen Waris, Sabtu (28/6/2025).

Langkah konkret dimulai pada 9 Mei 2025, saat Irjen Waris turun langsung mempelajari sejarah dan kondisi terkini masyarakat adat Wangongira. Ia berkoordinasi dengan Polres Halmahera Utara dan Forkopimda setempat untuk menyusun langkah bersama membangun desa tersebut.

Dalam waktu singkat, Polres Halut bersama pemerintah daerah dan masyarakat bahu-membahu membangun infrastruktur dasar, seperti MCK, saluran air bersih, dan fasilitas lainnya. Tak hanya itu, dialog dengan para tetua adat pun digelar untuk menyusun program jangka panjang yang berkelanjutan.

Puncaknya, pada 28 Juni 2025, Desa Wangongira secara resmi ditetapkan sebagai kampung adat, menandai babak baru dalam upaya pelestarian dan perlindungan masyarakat adat di Maluku Utara.

Dalam proses pembangunan, Polda Malut menemukan berbagai tantangan, termasuk dokumen administrasi desa yang tidak lengkap, fasilitas kantor desa yang belum tersedia, bahkan banyak warga yang belum memiliki KTP dan Kartu Keluarga.

“Jadi ini bukan hanya soal bangun MCK dan saluran air, tapi bagaimana kita menata ulang sistem administratif, mencatat sejarah mereka secara utuh, dan menyusun monografi desa agar kampung adat ini benar-benar hidup dan berkembang,” jelas Waris.

Kapolda menegaskan pentingnya kerja lintas sektor, mulai dari pemerintah, akademisi, peneliti, hingga media, untuk bersama-sama membangun dan merawat kampung adat Wangongira secara holistik.

“Kampung adat bukan hanya soal simbol budaya, tapi juga tentang pengakuan identitas, kedaulatan wilayah hidup, dan masa depan generasi adat yang selama ini termarjinalkan,” ungkapnya.

Waris berharap, semangat membangun kampung adat ini dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain di Maluku Utara dalam menjaga hak-hak masyarakat hukum adat, sekaligus merawat kekayaan tradisi dan alam yang dimiliki oleh daerah-daerah tersebut.

Penetapan Kampung Adat Wangongira menjadi bukti nyata bahwa pelindung keamanan juga dapat menjadi pelindung budaya. Ini bukan hanya langkah simbolik, tetapi komitmen jangka panjang menjaga kearifan lokal di tengah tantangan modernitas dan industrialisasi.(*)

Baca Juga